Rabu, 17 Desember 2014

TT


Tetanus disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang kemudian menyerang sistem saraf pusat. Penderita mengalami kejang otot serta diikuti kesulitan menelan dan bahkan bernafas.
Tetanus khususnya beresiko pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril. Mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan.
Upaya pencegahan tetanus neonatorum dilakukan dengan memberikan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) pada ibu hamil. Konsep imunisasi TT adalah life long imunization yaitu pemberian imunisasi imunisasi TT 1 sampai dengan TT 5. Skema life long immunization adalah sebagai berikut:
  1. TT 0, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.
  2. TT 1, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.
  3. TT 2, dilakukan pada saat imunisasi dasar pada bayi.
  4. TT 3, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) pada kelas satu.
  5. TT 4, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) pada kelas dua.
  6. TT 5, dilalukan pada saat BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) pada kelas tiga.
Kajian status imunisasi ibu hamil meliputi:
  1. Skrining status imunisasi pada ibu hamil ketika melakukan pengkajian data ibu hamil.
  2. Melengkapi bila belum terlindungi imunisasi TT.
  3. Skrining status imunisasi TT pada calon pengantin.

Pengertian

Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005). Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan (Setiawan, 2006).

Manfaat Imunisasi TT Ibu Hamil

  1. Melindungi bayi baru lahir dari tetanus neonatorum (BKKBN, 2005; Chin, 2000). Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001).
  2. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000).

Jumlah dan Dosis Pemberian Imunisasi TT untuk Ibu Hamil

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc diinjeksikan intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000).

Waktu Pemberian Imunisasi TT

Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum KEHAMILAN 8 bulan untuk mendapatkanimunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005). TT 1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana biasanya diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2000).

Jarak Pemberian Imunisasi TT

Jarak pemberian (interval) imunisasi TT 1 dengan TT 2 minimal 4 minggu (Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).

Efek Samping Imunisasi TT

Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan (Depkes RI, 2000). TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT (Saifuddin dkk, 2001). Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak diperlukan tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2000).
Tempat Pelayanan untuk Mendapatkan Imunisasi TT
  1. Puskesmas/ puskesmas pembantu
  2. Rumah sakit pemerintah/ swasta
  3. Rumah bersalin
  4. Polindes
  5. Posyandu
  6. Dokter/ bidan praktik (Depkes RI, 2004)

ANATOMI PERNAFASAN

Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trachea, bronchus, broncheolus dan alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trachea dan bagian bawah dari bronchus sampai alveolus.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah :
- Menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh
- Mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan
Fungsi tambahan sistem pernafasan adalah :
- Mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh
- Menghasilkan suara
- Memfasilitasi rasa kecap
- Mempertahankan kadar cairan tubuh
- Mempertahankan keseimbangan panas tubuh
Tercapainya fungsi utama sistem pernafasan didasarkan pada keempat proses berikut
- Ventilasi : keluar masuknya udara pernafasan
- Difusi : pertukaran gas di paru-paru
- Transportasi : pengangkutan gas melalui sirkulasi
- Perfusi : pertukaran gas di jaringan
Kondisi yang mendukung keempat proses diatas adalah :
- Tekanan oksigen/udara atmosfir harus cukup
- Kondisi jalan nafas dalam keadaan normal
- Kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik
- Ekspansi dan recoil paru
- Fungsi sirkulasi ( jantung )
- Kondisi pusat pernafasan
- Hemoglobin sebagai pengikat O2
Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai bagian bagian tersebut diatas :

HIDUNG
Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan mengalami proses yaitu :
1. Penyaringan ( filtrasi )
Partikel-partikel yang ada dalam udara pernafasan akan disaring khususnya partikel-partikel yang berdiameter > 2 mm. Cilia berperan sebagai filter.
2. Penghangatan
Kapiler pembuluh darah yang ada di lapisan mukosa hidung berperan sebagai penghangat. Udara pernafasan yang dingin akan dihangatkan.
3. Pelembaban ( humidifikasi )
Udara pernafasan yang kering akan dilembabkan oleh lapisan mukosa hidung sehingga tidak mengiritasi saluran pernafasan.
Sepertiga bagian atas hidung terdiri dari tulang dan dua pertiga bagian bawahnya adalah kartilago yang terdiri dari dua bagian. Bagian tengah dipisahkan oleh septum. Septum dan dinding dalam rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa. Bagian depan hidung yang terbuka keluar dilapisi oleh kulit dan folikel rambut. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing.

PHARING
Pharing atau tenggorokan berada dibelakang mulut dan rongga nasal dibagi dalam tiga bagian yaitu nasofaring, oropharing dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung ke saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Normalnya bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi. Tonsil merupakan pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing ( organisme ) yang masuk ke hidung dan pharing.

LARING
Laring berada diatas trachea, dibawah pharing. Sering kali orang menyebut laring sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah ini akan membentuk bunyi ( suara ).

TRACHEA
Terletak di bagian depan esophagus, dari mulai bagian bawah cricoid kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trachea bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago.

BRONCHUS
Bronchus primer dimulai dari karina. Bronchus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibandingkan dengan bronchus kiri. Bronchus primer dibagi kedalam lima bronchus sekunder ( lobus ) masing-masing lobus dikelilingi oleh jaringan penyambung, pembuluh darah saraf, pembuluh limfatik. Bronchus dilapisi oleh cilia yang berfungsi menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.

BRONCHIOLUS
Merupakan cabang dari bronchus sekunder yang dibagi kedalam saluran-saluran kecil yaitu bronchiolus terminal dan bronchiolus respirasi. Kedua bronchiolus ini mempunyai diameter < 1 mm. Bronchiolus terminalis dilapisi cilia, tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil difusi terjadi pada bronchiolus respirasi.

ALVEOLUS
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronchiolus respiratori. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung + 300 juta alveolus ( luas permukaan + 100 m2 ) yang dikelilingi oleh kapiler darah.
Dinding alveolus menghasilkan surfaktan ( terbuat dari lesitin ) sejenis fosfolipid yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan recoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.

PARU-PARU
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus ( dilapisi ) oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus / melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih ( serosa ) yang berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi.
Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu :
1. Arteri pulmonaris yang bercabang-cabang menjadi arteriol venula yang akan membentuk jalinan kapiler.
2. Arteri bronchialis yang merupakan percabangan dari aorta torakal. Arteri ini akan mensuplai darah untuk kebutuhan metabolisme paru.

Rabu, 26 November 2014

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL

Dr. Suparyanto, M.Kes

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL

1. PENGERTIAN PERSALINAN
  1. Persalinan adalah proses pngeluaran hasil konsepsi, yang mampu hidup, dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Wiknjosastro, 2008).
  2. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998).
  3. Persalinan adalah pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir (Mochtar, 1998).
  4. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin tutun ke dalam jalan lahir (Sarwono, 2009).
  5. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2009).

2.KLASIFIKASI ATAU JENIS PERSALINAN
  • Ada 2 klasifikasi persalinan, yaitu berdasrkan cara dan usia kehamilan.
1.Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan
  1. Persalinan Normal (Spontan)
  2. Persalinan Buatan
  3. Persalinan Anjuran

2.Menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan.
  1. Abortus
  2. Persalinan Prematur
  3. Persalinan Matur
  4. Persalinan Postmatur (Serotinus)

3. SEBAB-SEBAB MULAINYA PERSALINAN
  • Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain dikemukakan faktor-faktor humoral, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf, dan nutrisi.
  1. Teori penurunan hormone
  2. Teori oksitosin
  3. Teori plasenta menjadi tua
  4. Teori iritasi mekanik
  5. Teori distensi rahim
  6. Teori berkurangnya nutrisi

4. TANDA-TANDA PERSALINAN 

1.Tanda permulaan persalinan
  1. Lightening, pada minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul
  2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
  3. Susah kencing (polakisuria)
  4. Ada perasaan sakit di perut dan di pinggang.
  5. Serviks menjadi lebih lembek, mulai mendatar, dan sekresinya betambah bisa bercampur darah (bloody show).
2. Tanda persalinan
  1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
  2. Keluar lender bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan robekan kecil pada serviks.
  3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
  4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PERSALINAN

1.Kekuatan mendorong janin keluar (power)
  1. His (kontraksi uterus): Sifat his yang baik adalah kontraksi simetris, fundus dominan, terkoordinasi dan relaksasi.
  2. Kontraksi otot-otot dinding perut.
  3. Kontraksi diafragma.
  4. Ligamentous action terutama ligamentum rotundum.
2. Faktor janin (passager)
  1. Sikap janin (habitus).
  2. Letak janin (situs).
  3. Presentasi.
  4. Bagian terbawah janin.
  5. Posisi janin.
3.Faktor jalan lahir (passage)
  1. Bagian keras: Tulang-tulang panggul (rangka panggul).
  2. Bagian lunak: Otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligamen.
4. Faktor psikologi ibu
  • Ibu bersalin yang didampingi suami dan orang-orang yang dicinyainya yang cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancar dibandingkan dengan ibu bersalin yang tanpa didampingi suami atau orang-orang yang dicintainya.
5. Faktor penolong
  • Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal dan neonatal.

6.KEBUTUHAN DASAR IBU BERSALIN
  1. Dukungan fisik dan psikologis
  2. Kebutuhan makanan dan cairan
  3. Kebutuhan eliminasi
  4. Posisioning dan aktifitas
  5. Pengurangan rasa nyeri

7.TAHAPAN PERSALINAN

1. KALA I PERSALIAN
  • Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya), hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
  • Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu:
a. Fase laten
  • Dimulai sejak awal kontraksi, yang menyebabkan penipisan, dan pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka 3 cm, dan umumnya fase laten berlangsung selama 8 jam.
b.Fase aktif
  1. Fase akselerasi; dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm - 4 cm.
  2. Fase dilatasi maksimal; dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung cepat, dari 4 cm - 9 cm.
  3. Fase deselerasi; pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm - lengkap 10 cm.

A.PERUBAHAN FISIOLOGIS KALA I
  1. Perubahan pada serviks
  2. Perubahan system kardiovaskuler
  3. Perubahan metabolisme
  4. Perubahan system respirasi
  5. Kontraksi uterus
  6. Perubahan segmen atas rahim dan segmen bawah rahim
  7. Perubahan hematologis
  8. Perubahan renal
  9. Perubahan gastrointestinal
  10. Perubahan suhu badan
  11. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
  12. Perubahan pada anus (Sistem pencernaan)

B.PERUBAHAN PSIKOLOGI KALA I
  • Kondisi psikologi yang sering terjadi selama persalinan kala I :
  1. Kecemassan dan ketakutan pada dosa-dosa/kesalahan diri sendiri.
  2. Timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, dan konflik-konflik batin.
  3. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman, badan selalu kegerahan, tidak sabaran.

C.ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN KALA I
  1. Manajemen kala I: a.Mengidentifikasi masalah; b.Pemeriksaan abdomen; c.Menilai data dan membuat diagnosis; d.Membuat rencana asuhan.
  2. Penggunaan partograf
  3. Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis
  4. Pengenalan tanda bahaya kala I, seperti: a. Perdarahan pervaginam selain lendir bercampur darah; b. Persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu); c. Ketuban pecah dan air keruban bercampur mekonium disertai tanda-tanda gawat janin.
  5. Pendokumentasian kala I

2. KALA II PESALINAN
  • Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah:
  1. Pembukaan serviks telah lengka (10 cm), atau
  2. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Tanda dan gejala kala II:
  1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
  2. Ibu merasakan meningkatnya tekanan pada rectum dan/ vagina.
  3. Perineum terlihat menonjol.
  4. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
  5. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
A.PERUBAHAN FISIOLOGIS KALA II DAN ASUHAN SAYANG IBU

1. Perubahan fisologis
  • Kontraksi uterus
  • Kontraksi otot abdomen
  • Vulva dan vagina,
  • Kontraksi persalinan
  • Janin,

2. Asuhan sayang ibu dan posisi meneran
  1. Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu selama persalinan dan kelahiran.
  2. Tentramkan hati ibu selama kala II persalinan dan bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
  3. Saat pembukaaan lengkap, jelaskan pada ibu untuk hanya meneran apabila ada dorongan kuat untuk meneran.
  4. Anjurkan ibu untuk minum selam kala II persalinan karena ibu akan mudah mengalami dehidrasi selama persalinan dan kelahiran.
  5. Perbolehkan ibu untuk mencari posisi apapun yang nyaman baginya.

B. MEKANISME PERSALINAN NORMAL
  • Adalah proses adaptasi dan akomodasi yang tepat antara bagian kepala terhadap bebagai sekmen panggul, agar proses persalinan dapat berlangsung atau perubahan posisi bagian terendah (Mac Donald,1991).

C. ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN KALA II

1. Pada kala II ini dilakukan pemantauan terhadap ibu, yang meliputi
  1. Kontraksi atau his
  2. Tanda-tanda kala II
  3. Keadaan umuma
  4. Kemajuan persalinan:a.Pembukaan serviks; b. Penurunan kepala janin; c. His
2. Pemantauan pada bayi meliputi :
  1. Sebelum lahir:a. Denyut jantung janin; b. Cairan ketuban; c. Moulase atau penyusupan kepala janin
  2. Saat lahir: Apgar scor

D.MANUVER TANGAN DALAM PERSALINAN 

1.Perasat Ritgen
  • Bila perineum meregang dan menipis, tangan kiri penolong menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan di perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan yang melalui kulit perineum, coba mengkait dagu janin dan tekan ke arah simpisis pelan-pelan.
2. Melahirkan Bahu
  • Setelah menyeka mulut dan hidung bayi hingga bersih dan memeriksa tali pusat, tunggu hingga terjadi kontraksi berikutnya dan awasi rotasi spontan kepala bayi. Setelah rotasi eksternal letakkan satu tangan pada masing-masing sisi kepala bayi dan beritahukan pada ibu untuk meneran pada kontraksi berikutnya. Lakukan tarikan perlahan ke arah bawah dan luar secara lembut (ke arah tulang punggung ibu) hingga bahu anterior tampak di bawah arcus pubis. Angkat kepala bayi ke arah atas dan luar (mengarah ke langit-langit untuk melahirkan bahu posterior bayi) .
3. KALA III PERSALINAN
  • Persalinan kala III dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta serta ketuban yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

A. MEKANISME PELEPASAN PLASENTA
  • Penyebab terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi uterus (spontan atau stimulus) setelah kala II selesai. Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus plasenta.
1. Tanda – tanda lepasnya plasenta
  • Perubahan bentuk dan tinggi fundus
  • Tali pusat memanjang
  • Semburan darah mendadak dan singkat
2. Cara pelepasan plasenta
  • Metode Ekspulsi Schultze
  • Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
3. Pengeluaran plasenta
  • Plasenta dikeluarkan dengan melakukan tindakan manual bila :
  1. Perdarahan lebih dari 400 sampai 500 cc
  2. Terjadi retensio plasenta
  3. Bersamaan dengan tindakan yang disertai narkosa
  4. Dari anamnesa terdapat perdarahan habitualis.
4.Pemeriksaan plasenta dan selaputnya
  • Setelah plsenta lahirr bersama selaputnya, selanjutnya dilakukan pemeriksaan yang cermat terhadap :
  1. Kotiledon, yang berjumlah 20 buah.
  2. Permukaan plasenta janin.
  3. Kemungkinan terdapat plasenta suksenturiata.

Tertinggalnya sebagian jaringan plasenta menyebabkan :
  1. Perdarahan puerperium yang berkepanjangan.
  2. Bahaya infeksi
  3. Terjadi polip plasenta
  4. Degenerasi ganas menjadi kariokarsinoma

B. MANAJEMEN AKTIF KALA III
  • Manajemen aktif kala III adalah penatalaksanaan secara aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta), untuk mambantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
  • Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama:
  1. Pemberian oksitosin
  2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
  3. Pemijatan masase fundus uteri.
Deteksi Dini Patologi Kala III
  1. Atonia uteri
  2. Inversio uteri
  3. Retensio plasenta
Plasenta manual
  • Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudahan melahirkannya keluar dari kavum uteri.
  • Melepas plasenta dari dinding uterus
  1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
  2. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus, perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil di geser ke atas (cranial ibu) hingga sampai perlekatan plasenta dari dinding uterus.
  • Mengeluarkan plasenta
  1. Sementara satu tangan masih didalan kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
  2. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten atau penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar
  3. Lakukan penekanan uterus ke arah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah yang telah disiapkan.

  • Pencegahan infeksi pasca tindakan
  1. Dekontaminasi sarung tangan serta peralatan lain yang digunakan.
  2. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
  3. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
  4. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
  • Pemantaun pasca tindakan
  1. Periksa kembali tanda vital ibu.
  2. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
  3. Tulis rencana pengobatan, tindakan yang masih di perlukan dan asuhan lanjutan.
  4. Beritahu ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
  5. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum di pindah ke ruang gabung.

4. KALA IV PERSALINAN
  • Kala IV adalah masa selama 1-2 jam setelah pengeluarn uri. Dua jam pertama pasca peralinan merupakan masa krisis bagi ibu dan neonatus (bayi baru lahir).

A.FISOLOGI KALA IV
  • Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi lahir dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali ke bentuk normal,Perkiraan pengeluaran darah, laserasi atau luka episotomi serta pemantauan dan evaluasi lanjut juga perlu diperhatikan.
B.EVALUASI UTERUS
  • Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan.
C.PEMERIKSAAN SERVIKS, VAGINA DAN PERINIUM
  • Segera setelah kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat perbedahan kalau diperlukan.
  • Laserasi dapat dikategorikan dalam :
  1. Derajat 1: laserasi mengenai mukosa dan kulit perinium, tidak perlu dijahit.
  2. Derajat II: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, dan jaringan perinium (perlu dijahit)
  3. Derajat III: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perinium dan spingter ani.
  4. Derajat IV: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perinium dan spingter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.

D.PEMANTAUAN DAN EVALUASI LANJUT KALA IV
  • Pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting. Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang telah mereka lakukan selama kala I, II, III, untuk memastikan ibu tidak menemui masalah apapun. Karena terjadi perubahan fisiologis, pemantauan dan penanganan yang dilakukan oleh tenaga medis adalah :
  1. Vital sign (TTV).
  2. Suhu
  3. Tonus uterus dan ukuran tinggi uterus
  4. Perdarahan
  5. Kandung kencing
  6. Pemantauan keadaan umum ibu

a. Setelah lahirnya plasenta :
  1. Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.
  2. Evaluasi tinggi fundus
  3. Periksa perinium daru perdarahan aktif, misalnya apksh dari laserasi atau episiotomi.
  4. Evaluasi kondisi ibu secara umum.
b. Dokumentasi semua asuhan
  • Asuhan dalam 2 jam post-partum, antara lain :
  1. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam
  2. Mengajarkan pada ibu dan keluarga melakukan massage uterus dan memeriksa uterus.
  3. Mengevaluasi kehilangan darah.
  4. Memeriksa tekanan darah, nadi, kadaan kandung kemih
  5. Memeriksa temperatur tubuh ibu
  6. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang normal.

a.Tanda bahaya kala IV
  • Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
  1. Deman
  2. Perdarahan aktif
  3. Bekuan darah banyak
  4. Bau busuk dari vagina
  5. Pusing
  6. Lemas luar biasa
  7. Kesulitan dan menyusui
  8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa

b.Deteksi dini patologi Kla IV

1.Atonia Uteri
  • Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri adalah terjadinya perdarahan.

c. Bentuk Tindakan pada Kala IV
  • Tindakan Baik :
  1. Mengikat tali pusat
  2. Memeriksa tinggi fundus uteri
  3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrsi dan hidrasi
  4. Membersihkan ibu dari kotoran
  5. Memberikan cukup istirahat
  6. Menyusui segera
  7. Membantu ibu ke kamar mandi
  8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.

d. Langkah – langkah Penatalaksanaan Persalinan Kala IV
  1. Periksa fudus uteri
  2. Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih
  3. Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang diinginkan
  4. Bersihkan perinium dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
  5. Biarkan ibu istirahat
  6. Biarkan ibu berada di dekat noenatus
  7. Berikan kesempatan agar ibu membantu kontraksi uterus
  8. Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi dan BAK. Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan
  9. Berikan petunjuk kepada ibu atau anggota keluarga mengenai :a. Cara mengamati kontraksi uterus; b.Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Asrinah, Dkk: 2010, Asuhan Kebidanan Masa Persalinan, Yogyakarta, Graha Ilmu.
  2. Mochtar, Rustam: 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta, EGC.
  3. Prawirohardjo, Sarwono: 2009, Ilmu Kebidanan, Jakarta, PT. Bina Pustaka.
  4. Prawirohardjo, Sarwono: 2009, Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Jakarta, PT. Bina Pustaka.
  5. Sastrawinata, Sulaiman: 1983, Obstetri Fisiologi, Bandung, Eleman.
  6. Sulaiman, Ali: 2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Jakarta, Media Aesculapius.

Minggu, 26 Oktober 2014

PROLAPSUS

PENDAHULUAN
Kelainan dalam letak alat-alat genital sudah dikenal sejak 2000 tahun sebelum masehi. Catatan-catatan yang ditemukan di Mesir mengenai Ratu Cleopatra, menyatakan prolapsus genitalis merupakan satu ahal yang aib pada wanita dan menganjurkan pengobatannya dengan penyiraman dengan larutan Adstringensia. Dalam hal ilmu kedokteran Hindu kuno menurut Chakraberty, dijumpai keterangan-keterangan mengenai kelainan dalam letak alat genital, dipakai istilah  “Mahati” untuk wanita yang lebar dengan sistokel, rektokel dan laserasi perineum.
Juga di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan turun dan peranankan terbalik. Dewasa ini penentuan letak alat genital bertambah penting artinya bukan saja untuk menangani keluhan-keluhan yang ditimbulkan olehnya, namun juga oleh karena diagnosis letak yang tepat perlu sekali guna menyelenggarakan berbagai tindakan pada uterus.
Prolapsus uteri adalah keadaan yang sangat jarang terjadi. Kebanyakan terjadi pada usia tua dan pada usia muda. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut.


DEFINISI
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.
KLASIFIKASI
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal, yaitu:
A. Prolapsus uteri tingkat I       : serviks uteri turun sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat II    : serviks uteri menonjol keluar dari introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III : seluruh uterus keluar dari vagina. Prolaps ini juga dinamakan Prosidensia Uteri.
B. Prolapsus uteri tingkat I    : serviks masih berada dalam vagina.
Prolapsus uteri tingkat II   : serviks mendekati atau sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III  : serviks keluar dari introitus vagina.
Prosidensia Uteri                : uterus seluruhnya keluar dari vagina.
C. Prolapsus uteri tingkat I     : serviks mencapai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat II    : uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian.
Prolapsus uteri tingkat III : uterus keluar dari introitus vagina lebih besar dari ½ bagian.
D. Prolapsus uteri tingkat I   : serviks mendekati processus spinosus.
Prolapsus uteri tingkat II : serviks terdapat antara processus spinosus dan introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III : serviks keluar dari introitus vagina.
G. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (Prosidensia Uteri).
Klasifikasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
  • Desensus uteri                         : uterus turun tetapi serviks masih dalam vagina.
  • Prolapsus uteri tingkat I          : uterus turun dengan serviks uteri turun sampai  introitus vagina.
  • Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri) : uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai inversion uteri.
  • Prolapsus uteri tingkat II        : uterus untuk sebagian keluar sampai vagina.
FREKWENSI
Prolaspsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan yang berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1971) memperoleh 63 kasus prolapsus dari 5.372 kasus ginekologi di RS Dr. Pirngadi, Medan. Terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause. Dari 63 kasus tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Walaupun jarang sekali prolapsus uteri juga ditemukan pada seorang nullipara.
Kehamilan pada prolapsus total sangat jarang terjadi, mengingat proses koitusnya sukar berhasil, namun kehamilan pada uterus yang mengalami prolapsus parsial lebih sering ditemukan.
ETIOLOGI
  • Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut.
  • Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
  • Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis).
  • Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.
  • Partus dengan penyulit.
  • Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap.
  • Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.
FISIOLOGIS
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta otot-otot dasar panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4 golongan, yaitu :
  1. Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
  • ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
  • Ligamentum sacrouterina : ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os sacrum kiri dan kanan.
  • Ligamentum cardinale (Mackenrodt) : ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v uterina.
  • Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
  • Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii) : ligamentum yang menahan tuba fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.

  1. Jaringan –jaringan yang menunjang vagina
  • Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang dari belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing, lalu melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina.
à        Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga uretra menonjol ke arah lumen vagina.
  • Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum)
à        Kelemahan fasia ini menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.
  1. Kantong Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara ligamentum sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum di belakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan hernia (enterokel).
  1. Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :
  • diafragma pelvis
  • diafragma urogenital
  • otot penutup genitalia eksterna
v     Diafragma pelvis :
-          otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis
-          koksigeus
-          fasia endopelvik
Fungsi levator ani :
  • mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak dapat turun (prolaps).
  • mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligamen-ligamen tidak perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvis diatasnya.
  • Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator rusak atau mengalami defek maka ligamen seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia akan mempunyai beban kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang digantungnya, sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan fasia tersebut otomatis dalam istirahat atau tidak berfungsi banyak.
  • M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :
-          penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus serta adnexa, vesica urinaria serta urethra dan rectum, maka otot ini merupakan alat penyangga utama organ-organ dalam panggul wanita.
-          Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya prolapsus cystocele dan rectocele
-          Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan ini disebut vaginismus
  • M. puborectalis berfungsi sebagai :
-          penggantung rectum
-          mengontrol penurunan feces
-          memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.
  • M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
-          Sebagai lapisan musculofascial.
v     Diafragma urogenital
Fungsi diafragma urogenital:
  • memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
PATOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar kar\ena persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke kantong antara urethra dan vagina.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid.
GEJALA-GEJALA KLINIK
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun. Sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang sangat, muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai adalah:
  1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
  2. Rasa sakit dalam panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring keluhan hilang atau berkurang.
  3. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai luka dekubitus pada poertio uteri.
  4. Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta luka pada portio uteri.
  5. Coitus terganggu.
  6. Infertilitas karena servicitis.
  7. Incontinentia urine jika sudah terjadi cystokele oleh karena dinding  belakang urethra tertarik sehingga faal spingter kurang sempurna.
  8. Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena fese terkumpul dalam rongga rektokel. Baru dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan tekanan pada rectokel dari vagina.
DIAGNOSIS
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan genikologi umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri.
Friedman dan Little (1961) mengajukan pemeriksaan sebagai berikut:
  • Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi normal, apakah portio dibawah posisi normal, apakah portio sampai introitus vagina, apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
BENTUK-BENTUK
  1. Introitus Menganga : mudah dimasuki empat jari.
  2. Cystocele : dinding depan vagina menonjol, dalam tonjolan ini terdapat dinding belakang kandung kemih sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.




  1. Enterokel : biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai uterus turun ke dalam vagina
  2. Rectocele : dinding belakang vagina menonjol beserta dinding depan ampula recti menimbulkan kesukaran pada defekasi.




  1. Prolapsus Uteri : portio tampak dalam introitus.
  2. Prolapsus Uteri Totalis (Procidentia) : uterus tergantung diluar badan, terbungkus oleh vagina. Pada bentuk ini selaput lendir vagina menebal dan sering terjadi ulcus decubitus.

TERAPI
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan terapi prolapsus adalah:
-          keadaan umum
-          Masih bersuami atau tidak
-          Keinginan punya anak
-          Umur
-          Tingkat prolaps
Terapi prolaps dapat dibagi:
A. Terapi Kuratif atau Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolaps ringan tanpa keluhan, jika yang bersangkutan masih ingin punya anak. Jika penderita menolak untuk dilakukan operasi atau jika kondisinya tidak mengijinkan untuk dioperasi.
Yang termasuk pengobatan tanpa operasi:
1)      Latihan-latihan otot dasar panggul
2)      Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang terjadi pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah untuk menguatkan otot dasar panggul atau otot uang mempengaruhi mictio. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
3)      Caranya: penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan panggul, seperti biasanya setelah BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya.
4)      Latihan ini bias menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri dari obsturator yang dimasukkan ke dalam vagina dengan selaput pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
5)      Stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik
6)      Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalm pessarium yang dimasukkan dalam vagina.
7)      Pengobatan dengan Pessarium
8)      Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Jika Pessarium diangkat timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Kerugian pessarium ini adalah perasaan rendah diri dan pessarium harus dibersihkan sebulan sekali. Untuk penanganan prolapsus uteri selama awal kehamilan, uterus harus direposisi dan dipertahankan dalam posisinya dengan pessarium yang sesuai.
B. Terapi Operatif
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak dilakukan operasi untuk membuat uterus Ventrofiksasi, dengan cara memendekkan ligamentum Rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Hysterektomi vagina
Hysterektomi vaginal sebagai terapi prolaps kita pilih kalau ada methroragi, patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps uteri tingkat lanjut.
3. Manchester – Fothergill
Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu dasar panggul diperkuat ( Perineoplasty ) dan karena sering ada elongasio coli dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele dapat diperbaiki dengan Kolporafia anterior atau posterior.
4. Kolpocleisis ( Neugebauer – Le Fort )
Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah inkontinensia yang telah ada. Coitus tidak mungkin lagi setelah operasi.
5. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim )
Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan vagina, sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding vagina dan vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal. Disambing itu dilakukan amputasi portio dan perineoplasty. Setelah operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya dilakukan dalam menopause.
PROFILAKSIS
Untuk mencegah terjadinya prolaps uteri :
  • Kandung kemih hendaknya kosong pada waktu partus terutama dalam kala pengeluaran.
  • Robekan perineum harus dijahit legeartis.
  • Kala pengeluaran hendaknya jangan terlalu lama supaya dasar panggul jangan lama teregang. Pergunakan episiotomi jika diperlukan.
  • Memimpin persalinan dengan baik, agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul.
  • Menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta ( perasat Crede ).
KOMPLIKASI
1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion ) karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputuh-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulcus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berumur lanjut. Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada tidaknya karsinoma insitu.
3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli
Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih cukup kuat, maka kerana tarikan ke bawah dari bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan periksa raba sedang pada elongasio kolli serviks uteri pada pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinensia
Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter, sehingga bias menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kemih dan urethra akibat stress incontinensia.
5. Infeksi Saluran Kemih
Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan menyebabkan Pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina atau keluar sama sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan Pada Waktu Partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan bias timbul kesulitan pada pembukaan serviks, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8. Haemorhoid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan timbulnya haemorhoid.
9. Inkarserasi Usus Halus
Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit.
PROLAPS UTERI DALAM KEHAMILAN
Kalau uterus dengan prolapsus parsialis menjadi hamil maka biasanya uterus yang membesar itu keluar dari rongga kecil dan terus tumbuh dalam rongga perut. Kalau uterus naik maka serviks ikut tertarik keatas sehingga prolaps tidak tampak lagi atau berkurang.
Jika ada prolaps dalam kehamilan maka baiknya uterus ditahan dengan pessarium sampai bulan keempat, kalau dasar panggul terlalu lemah sehingga pessarium terus jatuh maka pasien dianjurkan istirahat rebah sampai bulan keempat. Istirahat mengurangi penderitaan wanita dan memungkinkan uterus tumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai cukup bulan.

KESIMPULAN
Prolapsus uteri adalah keadaan yang jarang terjadi. Kebanyakan terjadi pada wanita usia tua dan grandemultipara pada masa menopause. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan berat.
Prolapsus uteri dapat disebabkan oleh dasar panggul yang lemah oleh karena partus yang berulang atau dengan penyulit (ruptur perineum atau regangan) atau usai lanjut, retinakulum uteri lemah, tekanan abdominal yang meninggi, ekspresi menurut Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta.
Keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri, dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli, gangguan miksi dan stress incontinensi, infeksi saluran kemih, kemandulan, kesulitan pada waktu partus, haemorrhoid, inkarserasi usus halus.
SARAN
Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri dengancara mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran, penjahitan perineum yang lege artis, bila perlu lakukan episiotomi, memimpin persalinan dengan baik, hindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (parasat crede).
Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap pasien.

Jumat, 17 Oktober 2014

PENELITIAN PADA SITUASI LOKAL LAKTASI







 










DISUSUN OLEH :
1.      MINDA MELISSA LUBIS
2.      YOLANDA OKTARI
3.      SUCI LESTARI
4.      JAHRA
5.      AZMI WULANDARI
6.      RESTI LISDIANA
7.      RAFIDAH
8.      MEYTA MERIANA HASIBUAN
9.      DELIMA HANDAYANI RAMBE
10.  USWATUN HASANAH
11.  EKA SARI SIREGAR

AKADEMI KEBIDANAN KHOLISATUR RAHMI
BINJAI
TAHUN AJARAN 2014/2015



Kata Pengantar


Alhamdulillah hirobbil alamiin, puji syukur terhadap Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya kami bisa menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Hasil penelitian ini kami lakukan di Desa Sekar Banyuwangi sebagai salah satu wilayah yang bisa mencakup kesempurnaan penelitian kami guna mendapatkan nilai yang memuaskan atas hasil kerja keras kami.
Terimakasih kami ucapkan terhadap pihak – pihak yang membantu dalam pembuatan tugas ini beserta para anggota kelompok yang sudah menyempatkan waktunya untuk mendiskusikan hasil penelitian ini.
Harapan yang sangat besar kami harapkan untuk Dosen Pembimbing kami, semoga hasil kerja keras kami dalam penelitian ini bisa memenuhi keinginan beliau.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya kami selaku pelaksana
penelitiani ni.
Terimakasih



Binjai, 24 September 2014



HASIL PENELITIAN

Kami mengadakan sebuah observasi penelitian di Posyandu Melati, lebih tepatnya di Desa Sekar Banyuwangi. Kami memberikan beberapa pertanyaan pada 10 orang ibu yang  berada di posyandu.
Penjabaran penelitian kami kami ulaskan seperti yang tertera seperti dibawah ini :

1.      Berapa bayi yang menyusui setelah melahirkan?

Dari 10 ibu yang kami berikan pertanyaan tersebut, maka penjabaran diskusi kami seperti di tabel 1.1

Nama klien
Usia
Pendapat
Ibu Lita
21 tahun
setelah melahirkan saya langsung dapat menyusui bayi saya karena semasa hamil saya minum susu yang berguna untuk produksi ASI

Ibu Rini
30 tahun
Saya hamil anak kedua saya dan saya tidak mempunyai masalah dengan asi saya,saya langsung dapat menyusui setelah melahirkan

Ibu Rafika
22 tahun
gini bu,waktu setelah melahirkan ya saya tidak dapat langsung menyusui bayi saya karna putting susu saya terbenam, lalu ibu  bidan menyarankan saya untuk  menggunakan pompa ASI

Ibu Resti
19 tahun
setelah melahirkan saya  tidak dapat langsung menyusui bayi saya karna ASI yang belum keluar . ASI saya baru keluar setelah pasca melahirkan, namun saat itu bidan ttp menyarankan agar bayi saya tetap mengisap putting saya untuk merangsang produksi ASI yang saya miliki.

Ibu Olla
25 tahun
setelah melahirkan ya mbak…..alhamdulilah si saya langsung dapat menyusui bayi saya,bahkan pada saat itu bidan melakukan IMD  pada saya.karena saya pernah baca di internet kalau IMD dpt memperkuat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi,jadi  dan sebelumnya saya sudah mengajukan IMD sebelum persalinan.



Ibu Susi
25 tahun
waktu melahirkan  anak pertama saya, saya langsung dapat menyusui bayi saya dan produksi ASI yang saya miliki cukup banyak

Ibu Rere
27 tahun
Saya sudah bisa menyusui bayi saya setelah persalinan, sebelumnya saya juga  minum jamu karna kata mertua saya jamu dapat membuat produksi ASI saya tetap tercukupi buat anak saya,,jamu nya khusus lho mbak…

Ibu Wati
28 tahun
Pada anak kedua, saya melakukan operasi. Mungkin karena operasi produksi ASI saya juga terkesan lama berproduksi. Seminggu setelahnya saya baru bisa menyusui bayi saya.

Ibu Rummi
26 tahun
Seingat saya setelah bayi lahir, bayinya langsung diletakkan di dada saya. Saya  melihat pergerakan bayi yang mulai mencari putting susu. Di momen itulah ASI saya mulai berproduksi saat bayi saya mulai menyusu.

Ibu Mirna
27 tahun
Kalau saya …karna produksi asi saya  banyak ya saat melahirkan bayi saya langsung bisa menyusui. Sehingga anak saya mendapatkan ASI Eksklusif.


Dari pendapat-pendapat para klien yang tertera di tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa dari 10 ibu “Sebagian Besar” bisa menyusui bayi mereka.


2.      Berapa banyak bayi yang menyusui dalam waktu 1 jam terakhir?

Dan dibagian ini kami mulai menanyakan para klien apakah para ibu langsung menyusui bayinya 1 jam setelah kelahiran. Perhatikan tabel 2.1 dibawah ini :

Nama Klien
Usia
Dari pendapat–pendapat para klien yang tertera di tabel 2.1 maka dari 10 ibu “Sebagian Besar” menyusui bayinya dalam 1 jam terakhir.
 
Pendapat
Ibu Lita
21 thn
Ya
Ibu Rini
30 thn
Ya
Ibu Olla
25 thn
Ya
Ibu Susi
25 thn
Ya
Ibu Rere
27 thn
Ya
Ibu Wati
28 thn
Ya
Ibu Mirna
27 thn
Ya





3.      Berapa banyak bayi yang mendapatkan makanan dan minuman lain selain ASI sebelum mulai berhenti menyusu?

Perhatikan tabel 3.1

Nama Klien
Usia
Pendapat
Ibu Resti
19 thn
Bayi saya menyusu dengan tambahan susu formula dikarenakan putting susu saya yang terlihat seperti terbenam.

Ibu Wati
27 thn
Bayi saya lahir dengan kondisi premature dan saya menjalani persalinan dengan operasi, sebelumnya produksi ASI saya juga sangat minim. Akhirnya bayi saya menyusu dengan susu formula.

Ibu Lita
21 thn
Saya memberikan susu formula kepada bayi saya dikarenakan saya berprofesi karyawati perusahaan swasta yang tidak memungkinkan saya selalu bersama dengan bayi saya

Dalam pernyataan yang tertera pada tabel di atas, maka “Sedikit” ibu yang memberikan asupan makanan dan minuman lain selain ASI terhadap bayinya.


4.      Berapa bayi yang menyusu eksklusif selama 6 bulan?
Jika kita lihat kembali pada tabel 1.1 dinyatakan bahwa ;

Nama Klien

Usia
Pendapat
Ibu Olla
25 thn
setelah melahirkan ya mbak…..alhamdulilah si saya langsung dapat menyusui bayi saya,bahkan pada saat itu bidan melakukan IMD  pada saya.karena saya pernah baca di internet kalau IMD dpt memperkuat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi,jadi  dan sebelumnya saya sudah mengajukan IMD sebelum persalinan.

Ibu Susi
25 thn
waktu melahirkan  anak pertama saya, saya langsung dapat menyusui bayi saya dan produksi ASI yang saya miliki cukup banyak


dari rangkuman tabel 1.1 dapat diketahui bahwa dari 10 ibu “sedikit” yang memberikan ASI Eksklusif pada bayinya.


5.      Berapa banyak bayi yang mendapatkan asupan makanan atau minuman lain pada;
a. 1 bulan
b. 2 bulan
c. 3 bulan
                perhatikan tabel 5.1 dibawah ini :
Umur
Nama Klien
Keterangan
1 bulan
a.       Ibu Resti
b.      Ibu Wati
Bayi dari kedua klien diberikan susu formula
2 bulan
 _____________


3 bulan
        Ibu Lita
Bayi klien diberikan asupan pendamping lain dengan alas an klien adalah seorang karyawati


maka dapat kita simpulkan bahwa 10 dari ibu “Sedikit” yang memberikan asupan makanan atau minuman lain pada bayi mereka.
Pertanyaan tambahan    : apa dampak yang terjadi pada bayi klien dengan pemberian
     asupan makanan/minuman selain ASI?
Jawaban para klien          :  berat badan bayi yang tidak terkontrol, terkadang terjadi diare
    dan perkembangannya terlihat monoton

Dari hasil data dalam pertanyaan ini, kami memberikan informasi bahwa memberikan asupan makanan dam minuman bagi bayi dibawah 3 bulan memiliki dampak yang kurang baik seperti yang dialami oleh para klien. Dengan penambahan bahwa ASI eksklusif lebih berguna bagi perkembangan bayi.



6.       Berapa banyak bayi dan anak yang masih menyusu lebih dari ;
a.       6 bulan
b.      12 bulan
c.       24 bulan
Dari hasil penelitian dari beberapa pertanyaan sebelumnya maka perinciannya dapat dilihat pada tabel 6.1
Usia bayi/anak
Keterangan

6 bulan
Sedikit
12 bulan
Sedikit
24 bulan
Sebagian besar

Dari perincian yang tertera pada tabel kami memberikan pertanyaan lanjutan.
Pertanyaan lanjutan       :   apa dampak yang terjadi pada bayi klien yang terus menyusui
    lebih dari 24 bulan?
Jawaban dari para klien :  klien menyatakan bahwa mereka  kesulitan untuk menghentikan
    kebiasaan anak yang terus ingin menyusui. Kesulitan lainnya
    membuat para orang tua terlalu khawatir akan kondisi psikologis
    anak
Dari pernyataan tersebut kami memberikan informasi bahwa:
Pemberian ASI lebih dari 6 bulan akan memberikan kesan ketergantungan bagi si bayi, sehingga jika usia bayi sudah mulai lebih dari 6 bulan perkenalkanlah dengan makanan/minuman pendamping ASI. Selain itu pengajaran ini akan memberikan kesan bahwa si bayi akan mulai belajar dengan melatih saraf motoriknya( mengunyah memegang, dll). Kondisi ini akan menyebabkan anak  lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung terhadap orang tua nya.




KESIMPULAN HASIL PENELITIAN

Dari semua penelitian yang kami lakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
terhadap 10 orang Ibu/klien yang berada di Posyandu Melati, Desa Sekar Banyuwangi maka kami memberikan referensi seperti beberapa penjabaran dihalaman sebelumnya.
Kami memuat semua pendapat para klien berdasarkan hasil jawaban dari ajuan – ajuan pertanyaan yang kami lontarkan sebagai dasar penelitian. Dengan ini kami menyatakan bahwa di Desa Sekar Banyuwangi masih kurangnya pengetahuan ibu tentang asuhan laktasi yang benar dan pemberian ASI Ekslusif.
Kami juga memberikan beberapa informasi yang diperkukan para ibu seputar dengan masalah yang mereka hadapi dalam asuhan laktasi.
Maka dari itu, hasil penelitian ini kami laksanakan dengan sebaik-baiknya agar bisa melengkapi perencanaan para tenaga kesehatan dalam perluasan konseling laktasi khususnya di daerah – daerah yang terpencil.