PENDAHULUAN
Kelainan dalam letak alat-alat genital sudah dikenal sejak 2000 tahun
sebelum masehi. Catatan-catatan yang ditemukan di Mesir mengenai Ratu
Cleopatra, menyatakan prolapsus genitalis merupakan satu ahal yang aib
pada wanita dan menganjurkan pengobatannya dengan penyiraman dengan
larutan Adstringensia. Dalam hal ilmu kedokteran Hindu kuno menurut
Chakraberty, dijumpai keterangan-keterangan mengenai kelainan dalam
letak alat genital, dipakai istilah “Mahati” untuk wanita yang lebar
dengan sistokel, rektokel dan laserasi perineum.
Juga di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah
peranakan turun dan peranankan terbalik. Dewasa ini penentuan letak alat
genital bertambah penting artinya bukan saja untuk menangani
keluhan-keluhan yang ditimbulkan olehnya, namun juga oleh karena
diagnosis letak yang tepat perlu sekali guna menyelenggarakan berbagai
tindakan pada uterus.
Prolapsus uteri adalah keadaan yang sangat jarang terjadi. Kebanyakan
terjadi pada usia tua dan pada usia muda. Hal ini dapat disebabkan oleh
kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut.
DEFINISI
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis.
KLASIFIKASI
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961)
mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal, yaitu:
A. Prolapsus uteri tingkat I : serviks uteri turun sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat II : serviks uteri menonjol keluar dari introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III : seluruh uterus keluar dari vagina. Prolaps ini juga dinamakan Prosidensia Uteri.
B. Prolapsus uteri tingkat I : serviks masih berada dalam vagina.
Prolapsus uteri tingkat II : serviks mendekati atau sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III : serviks keluar dari introitus vagina.
Prosidensia Uteri : uterus seluruhnya keluar dari vagina.
C. Prolapsus uteri tingkat I : serviks mencapai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat II : uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian.
Prolapsus uteri tingkat III : uterus keluar dari introitus vagina lebih besar dari ½ bagian.
D. Prolapsus uteri tingkat I : serviks mendekati processus spinosus.
Prolapsus uteri tingkat II : serviks terdapat antara processus spinosus dan introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat III : serviks keluar dari introitus vagina.
G. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (Prosidensia Uteri).
Klasifikasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
- Desensus uteri : uterus turun tetapi serviks masih dalam vagina.
- Prolapsus uteri tingkat I : uterus turun dengan serviks uteri turun sampai introitus vagina.
- Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri) : uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai inversion uteri.
- Prolapsus uteri tingkat II : uterus untuk sebagian keluar sampai vagina.
FREKWENSI
Prolaspsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan yang berat. Djafar
Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1971) memperoleh 63 kasus
prolapsus dari 5.372 kasus ginekologi di RS Dr. Pirngadi, Medan.
Terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause. Dari 63 kasus
tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Walaupun jarang sekali prolapsus uteri
juga ditemukan pada seorang nullipara.
Kehamilan pada prolapsus total sangat jarang terjadi, mengingat
proses koitusnya sukar berhasil, namun kehamilan pada uterus yang
mengalami prolapsus parsial lebih sering ditemukan.
ETIOLOGI
- Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut.
- Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
- Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang
kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis).
- Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.
- Partus dengan penyulit.
- Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap.
- Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.
FISIOLOGIS
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament,
fascia serta otot-otot dasar panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4
golongan, yaitu :
- Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
- ligamentum rotundum (lig teres uteri)
: ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
- Ligamentum sacrouterina
: ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak,
berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui
dinding rektum ke arah os sacrum kiri dan kanan.
- Ligamentum cardinale (Mackenrodt)
: ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari
serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah a v uterina.
- Ligamentum latum :
ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian
peritoneum visceral yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk
sebagai lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan
indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus
ligamentum ini tidak banyak artinya.
- Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii)
: ligamentum yang menahan tuba fallopii, berjalan dari arah
infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat saraf,
saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum
ini tidak banyak artinya.
- Jaringan –jaringan yang menunjang vagina
- Fasia puboservikalis
(antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang dari
belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing,
lalu melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina.
à Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga uretra menonjol ke arah lumen vagina.
- Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum)
à Kelemahan fasia ini menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.
- Kantong Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara
ligamentum sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas
di depan dan rektum di belakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada
otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan
hernia (enterokel).
- Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :
- diafragma pelvis
- diafragma urogenital
- otot penutup genitalia eksterna
v
Diafragma pelvis :
- otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis
- koksigeus
- fasia endopelvik
Fungsi levator ani :
- mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke
arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak
dapat turun (prolaps).
- mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga
ligamen-ligamen tidak perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ
pelvis diatasnya.
- Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung
kemih. Bila otot levator rusak atau mengalami defek maka ligamen
seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia akan mempunyai beban
kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang digantungnya,
sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan
fasia tersebut otomatis dalam istirahat atau tidak berfungsi banyak.
- M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :
- penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus
serta adnexa, vesica urinaria serta urethra dan rectum, maka otot ini
merupakan alat penyangga utama organ-organ dalam panggul wanita.
- Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya prolapsus cystocele dan rectocele
- Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan ini disebut vaginismus
- M. puborectalis berfungsi sebagai :
- penggantung rectum
- mengontrol penurunan feces
- memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.
- M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
- Sebagai lapisan musculofascial.
v
Diafragma urogenital
Fungsi diafragma urogenital:
- memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
PATOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling
ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat
persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat kelemahan-kelemahan
ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otot-otot serta
fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan
celana yang dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus,
yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya
trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan
menyebabkan menonjolnya dinding depan vagina ke belakang, hal ini
dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
kar\ena persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung
kurang lancar, atau harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan.
Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan
urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra.
Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya
dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke kantong antara urethra dan
vagina.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau
sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina, ini
dinamakan rectokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina
atas bagian belakang turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi
kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid.
GEJALA-GEJALA KLINIK
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang
penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun. Sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyai banyak keluhan.
Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala
nyeri yang sangat, muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir
dijumpai adalah:
- Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
- Rasa sakit dalam panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring keluhan hilang atau berkurang.
- Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat
menimbulkan lecet sampai luka dekubitus pada poertio uteri.
- Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta luka pada portio uteri.
- Coitus terganggu.
- Infertilitas karena servicitis.
- Incontinentia urine jika sudah terjadi cystokele oleh karena
dinding belakang urethra tertarik sehingga faal spingter kurang
sempurna.
- Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena fese terkumpul
dalam rongga rektokel. Baru dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan
tekanan pada rectokel dari vagina.
DIAGNOSIS
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan genikologi umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri.
Friedman dan Little (1961) mengajukan pemeriksaan sebagai berikut:
- Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan
dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi normal,
apakah portio dibawah posisi normal, apakah portio sampai introitus
vagina, apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
BENTUK-BENTUK
- Introitus Menganga : mudah dimasuki empat jari.
- Cystocele : dinding depan vagina menonjol, dalam tonjolan
ini terdapat dinding belakang kandung kemih sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine.
- Enterokel : biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai uterus turun ke dalam vagina
- Rectocele : dinding belakang vagina menonjol beserta dinding depan ampula recti menimbulkan kesukaran pada defekasi.
- Prolapsus Uteri : portio tampak dalam introitus.
- Prolapsus Uteri Totalis (Procidentia) : uterus tergantung
diluar badan, terbungkus oleh vagina. Pada bentuk ini selaput lendir
vagina menebal dan sering terjadi ulcus decubitus.
TERAPI
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan terapi prolapsus adalah:
- keadaan umum
- Masih bersuami atau tidak
- Keinginan punya anak
- Umur
- Tingkat prolaps
Terapi prolaps dapat dibagi:
A. Terapi Kuratif atau Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan
hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolaps ringan tanpa keluhan,
jika yang bersangkutan masih ingin punya anak. Jika penderita menolak
untuk dilakukan operasi atau jika kondisinya tidak mengijinkan untuk
dioperasi.
Yang termasuk pengobatan tanpa operasi:
1) Latihan-latihan otot dasar panggul
2) Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang
terjadi pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah
untuk menguatkan otot dasar panggul atau otot uang mempengaruhi mictio.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
3) Caranya: penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan
panggul, seperti biasanya setelah BAB, atau penderita disuruh
membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba
menghentikannya.
4) Latihan ini bias menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri dari obsturator yang
dimasukkan ke dalam vagina dengan selaput pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
diukur.
5) Stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik
6) Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat ditimbulkan dengan
alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalm pessarium yang dimasukkan
dalam vagina.
7) Pengobatan dengan Pessarium
8) Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat
paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Jika
Pessarium diangkat timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pessarium
ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian
atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat
turun dan melewati vagina bagian bawah. Kerugian pessarium ini adalah
perasaan rendah diri dan pessarium harus dibersihkan sebulan sekali.
Untuk penanganan prolapsus uteri selama awal kehamilan, uterus harus
direposisi dan dipertahankan dalam posisinya dengan pessarium yang
sesuai.
B. Terapi Operatif
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak
dilakukan operasi untuk membuat uterus Ventrofiksasi, dengan cara
memendekkan ligamentum Rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke
dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Hysterektomi vagina
Hysterektomi vaginal sebagai terapi prolaps kita pilih kalau ada
methroragi, patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps
uteri tingkat lanjut.
3. Manchester – Fothergill
Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu dasar
panggul diperkuat ( Perineoplasty ) dan karena sering ada elongasio coli
dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele dapat
diperbaiki dengan Kolporafia anterior atau posterior.
4. Kolpocleisis ( Neugebauer – Le Fort )
Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi
sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian
belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas
vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan
tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang, sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine, atau menambah inkontinensia yang telah ada. Coitus
tidak mungkin lagi setelah operasi.
5. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim )
Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan
vagina, sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding
vagina dan vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal.
Disambing itu dilakukan amputasi portio dan perineoplasty. Setelah
operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya dilakukan
dalam menopause.
PROFILAKSIS
Untuk mencegah terjadinya prolaps uteri :
- Kandung kemih hendaknya kosong pada waktu partus terutama dalam kala pengeluaran.
- Robekan perineum harus dijahit legeartis.
- Kala pengeluaran hendaknya jangan terlalu lama supaya dasar panggul jangan lama teregang. Pergunakan episiotomi jika diperlukan.
- Memimpin persalinan dengan baik, agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul.
- Menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta ( perasat Crede ).
KOMPLIKASI
1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion )
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut
dan berwarna keputuh-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang dan
lambat laun timbul ulcus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berumur
lanjut. Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada tidaknya
karsinoma insitu.
3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli
Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih cukup kuat, maka kerana tarikan ke bawah dari bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan
Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan periksa
raba sedang pada elongasio kolli serviks uteri pada pemeriksaan raba
lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinensia
Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bias juga
menyempitkan ureter, sehingga bias menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kemih dan urethra akibat stress incontinensia.
5. Infeksi Saluran Kemih
Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan menyebabkan Pielitis dan pielonefritis.
Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina
atau keluar sama sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan Pada Waktu Partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
bias timbul kesulitan pada pembukaan serviks, sehingga kemajuan
persalinan terhalang.
8. Haemorhoid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan timbulnya haemorhoid.
9. Inkarserasi Usus Halus
Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak
direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit.
PROLAPS UTERI DALAM KEHAMILAN
Kalau uterus dengan prolapsus parsialis menjadi hamil maka biasanya
uterus yang membesar itu keluar dari rongga kecil dan terus tumbuh dalam
rongga perut. Kalau uterus naik maka serviks ikut tertarik keatas
sehingga prolaps tidak tampak lagi atau berkurang.
Jika ada prolaps dalam kehamilan maka baiknya uterus ditahan dengan
pessarium sampai bulan keempat, kalau dasar panggul terlalu lemah
sehingga pessarium terus jatuh maka pasien dianjurkan istirahat rebah
sampai bulan keempat. Istirahat mengurangi penderitaan wanita dan
memungkinkan uterus tumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai cukup
bulan.
KESIMPULAN
Prolapsus uteri adalah keadaan yang jarang terjadi. Kebanyakan
terjadi pada wanita usia tua dan grandemultipara pada masa menopause.
Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia
pada usia yang lebih lanjut. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada
wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan
berat.
Prolapsus uteri dapat disebabkan oleh dasar panggul yang lemah oleh
karena partus yang berulang atau dengan penyulit (ruptur perineum atau
regangan) atau usai lanjut, retinakulum uteri lemah, tekanan abdominal
yang meninggi, ekspresi menurut Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan
plasenta.
Keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keratinisasi mukosa
vagina dan portio uteri, dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan
elongasio kolli, gangguan miksi dan stress incontinensi, infeksi saluran
kemih, kemandulan, kesulitan pada waktu partus, haemorrhoid,
inkarserasi usus halus.
SARAN
Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri
dengancara mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran, penjahitan
perineum yang lege artis, bila perlu lakukan episiotomi, memimpin
persalinan dengan baik, hindari paksaan dalam pengeluaran plasenta
(parasat crede).
Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan
dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat
prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap
pasien.