BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mendeteksi dini gangguan kesehatan reproduksi dapat dilaKukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan tes pap smear ataupun IVA. Dengan demikian kita dapat mengetahui
gangguan kesehatan reproduksi seorang wanita.
Mendeteksi dini gangguan kesehatan reproduksi sangat di anjurkan karena,
dengan demikian kita dapat mengetahui
masalah reproduksi dan menanggulangi secara tepat dan cepat masalah yang
terjadi.
1.
Rumusan
Masalah
Deteksi
dini ganguan kesehatan reproduksi :
1.
Pemeriksaan pap smear dan IVA
2. Tujuan
Makalah ini
dibuat bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah KESPRO
3. . Manfaat
Makalah ini dibuat untuk memperluas pengetahuan kita semua
(pembaca) mengenai KESPRO tentang mendeteksi dini kesehatan reproduksi dengan melakukan
pemeriksaan pap smear dan IVA yang merupakan cara untuk mengetahui gangguan
kesehatan reproduksi . Sehingga diharapkan,dengan makalah ini, para pembaca dapat
mengerti dan memahaminya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PAP SMEAR DAN IVA
A.
PAP SMEAR
1. DEFINISI PAP
SMEAR
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks
dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks
atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker
(Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto, 2008).
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang
diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear
merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya
untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim
(Diananda, 2009).
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit,
serta bisa dilakukan setiap saat, kecuali pada saat haid (Dalimartha, 2004).
Pap Smear pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr.
George Papanicolou dan Dr. Aurel Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943
(Purwoto & Nuranna, 2002).
2. MANFAAT PAP SMEAR
Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai pemeriksaan
penyaring (skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara
dini sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi
lebih murah dan mudah (Dalimartha, 2004).
Pap Smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium awal
sehingga lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif.
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a.
Diagnosis dini keganasan
Pap
Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium,
keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b.
Perawatan ikutan dari keganasan
Pap
Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat
kemoterapi dan radiasai.
c.
Interpretasi hormonal wanita.
Pap
Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa
ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran
pada hamil muda.
d.
Menentukan proses peradangan
Pap
Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri
dan jamur.
3.
PETUNJUK PEMERIKSAAN PAP
SMEAR
American
Cancer Society (2009) merekomendasikan semua wanita
sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual.
Pap Smear dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih
dengan hasil tes Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali
setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes
setiap tahun.
Selain
itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak dianjurkan melakukan
tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah menjalani histerektomi tanpa
pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes Pap atau skrining lainnya sesuai
rekomendasi di atas.
Menurut American
College of Obstetricians and Gynecologists (1989) dalam Feig (2001),
merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah usia 18 yahun atau
setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan satu pemeriksaan
fisik pelvik normal, interval skrining dapat diperpanjang, kecuali pada wanita
yang memiliki partnerseksual lebih dari satu.
Pap
Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat melakukan
Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada pasien
yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan tuntas.
Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan
pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
4.
WAKTU YANG TEPAT MELAKUKAN PAP SMEAR
Pap Smear dapat
dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Persiapan pasien untuk melakukan Pap Smear adalah
tidak sedang haid,
tidak coitus 1
– 3 hari sebelum pemeriksaandilakukan
dan tidak sedang menggunakan obat – obatan vaginal.
5. ALUR PEMERIKSAAN PAP SMEAR
Pengambilan sampel dapat
dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis maupun bidan/ paramedis. Sedangkan yang memproses sampel adalah
analis/teknisi laboratoriun dan yang mendiagnosa hasil adalah ahli patologi anatomi (dokter
spesialis PA).
6.
SAMPEL / BAHAN DIPERIKSA
Bahan
yang dapat dijadikan sampel adalah dari cervical/ vaginal smear, sputum,
bronchial washing/ brushing, nasopharyngeal smear/ washing/ brushing, urin, cairan lambung/ pleura/ ascites/ sendi, liquor
cerebrospinal, aspirat AJH, inprint neoplasma. Sampel yang biasa digunakan
adalah dari cervical/ vaginal smear.
7.
SARANA PRASARANA YANG
DIPERLUKAN DALAM PAP SMEAR
Sarana prasarana yang
diperlukan dalam pemeriksaan pap smear antara
lain : ruangan khusus, meja ginekologi,
tenaga ahli dan terampil, spekulum steril, peralatan yang menunjang untukpemeriksaan Pap Smear (spatula,
obyek glass, cairan untuk
fiksasi, tabung fiksasi, mikroskop), alat tulis (misal spidol marker, label,
pensil), formulir Pap Smear,
medical records, laboratorium sitologi dengan petugas terampil/ ahli dalam menginterpretasikan
hasil.
8. FIKSASI SEMPEL
Fiksasi sampel adalah
cara mengawetkan sampel dengan bahna kimia tertentu agar sel yang terkandung
dalam sampel tidak rusak/ lisis. Bahan kimia untuk fiksasi antara lain :
alkohol 96 %, alkohol 70 %, methanol, alkohol 50 %, either – alkohol 95 %.
Bahan kimia yang biasa digunakan untuk fiksasi sampel adalah
alkohol 96%.
9. ALAT PENGAMBILAN SEMPEL
Alat
pengambilan sampel untuk pap smear dengan
menggunakan spatula yang dapat terbuat dari kayu maupun plastik. Jenis spatula antara lain : cervix brush,
cytobrush, plastic spatula, maupun wooden spatula.
10. TEKNIK
PEMERIKSAAN PAP SMEAR
melakukan senggama maupun
memakai obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam liang senggama.
Waktu yang baik untuk pemeriksaan adalah
beberapa hari setelah selesai menstruasi.
Terlebih dahulu mengisi informed consent dan
formulirPap Smear secara
lengkap dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan. Ibu dalam posisi litotomi,
pasang spekulum vagina tanpa
menggunakan pelicin, dan tanpa melakukan periksadalam
sebelumnya. Setelah portio tampak, maka spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis,
lalu spatula diputar 180° searah jarum jam. Spatula dengan ujung pendek diusap 360° pada permukaan serviks.
Lendir yang didapat dioleskan pada objek glass berlawanan arah jarum jam. Apusan
hendaknya dilakukan sekali saja, lalu difiksasi atau direndam dalam larutan
alkohol 96% selama 30 menit. Sediaan dapat dikirim secara basah (tetap direndam
dalam alkohol) atau dikirim secara kering dengan mengeringkan sediaan setelah
direndam dalam alkohol. Selanjutnya sediaan tadi dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk
diperiksa.
11.
HAL HAL YANG DISEDIKAN DALAM PEMBUATAN SEDIAAN
APUS
Hal
yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan apus adalah membuat
sediaan apusan tipis merata, segera fiksasi sesuai metode pewarnaan PAP, membuat
sediaan sedikit mungkin mengandung darah, menjaga kebersihan obyek
glass yang digunakan, menghindari bahan kimia yang merusak sel, menyiimpan ditempat yang bersih, kering
dan aman,
memberi label pada obyek glas yang digunakan.
12.
KETEPATAN DIAGNOSTIK SITOLOGIK
Kualitas suatu
tes penapisan dapat diukur dengan :
Angka negatif palsu
diperkirakan berkisar 5-50%, kesalahan terbanyak disebabkan oleh pengambilan
sediaan yang tidak adekuat (62%), kegagalan skrining (15 %) dan kesalahan
interpretasi (23%). Sedangkan angka positif palsu berkisar 3-15 %.
Ketepatan diagnostic perlu
memperhatikan komponen endoserviks
dan ektoserviks yang dapat menggabungkan cytobrush dan spatula.
Kesalahan yang sering
terjadi :
a. Sediaan
apus terlalu tipis, hanya mengandung sedikit sel.
b. Sediaan
apus terlalu tebal dan tidak merata, sel bertumpuk-tumpuk
c. Sediaan
apus telah kering sebelum difiksasi (terlalu lama diluar, tidak
segera direndam di dalam cairan fiksatif).
d. Cairan fiksatif tidak memakai alkohol 96 %.
13.
PETUNJUK UNTUK MELAKUKAN PENAPISAN
b. Interval
penapisan. Wanita dengan
tes Pap negatif berulang kali diambil
setiap 2 tahun, sedangwanita dengan kelainan atau
hasil abnormal perlu
evaluasi lebih sering.
c. Pada usia 70
tahun atau lebih tidak diambil lagi dengan syarat hasil 2 kali
negatif dalam 5 tahun terakhir.
14.
INTERPRETASI HASIL PAP SMEAR
Terdapat
banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem
Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN),
dan sistem Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou
membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu:
a. Kelas
I : tidak ada sel abnormal.
b. Kelas
II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi
adanya keganasan.
c. Kelas
III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan
sampai sedang.
d. Kelas
IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e. Kelas
V : keganasan.
Sistem
CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat
(Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap
Semar terdiri dari (Feig, 2001):
a. CIN
I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada
kurang
dari sepertiga lapisan epitelium.
b. CIN
II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga
epitelium.
c. CIN
III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang
dimana
telah melibatkan sampai ke basement
membrane dari epitelium.
Klasifikasi Bethesda pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa kali pembaharuan, maka
saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi Bethesda 2001 adalah
sebagai:
a. Sel
skuamosa
1) Atypical Squamous Cells Undetermined
Significance (ASC-US)
2) Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion
(LSIL)
3) High Grade Squamous Intraepithelial Lesion
(HSIL)
4) Squamous Cells Carcinoma
b. Sel
glandular
1) Atypical
Endocervical Cells
2) Atypical
Endometrial Cells
3) Atypical
Glandular Cells
4) Adenokarsinoma
Endoservikal In situ
5) Adenokarsinoma
Endoserviks
6) Adenokarsinoma
Endometrium
7) Adenokarsinoma
Ekstrauterin
8) Adenokarsinoma
yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)
B.
IVA
(INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)
1. PENGERTIAN
IVA
IVA
(inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA
merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung
(dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan
asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Laporan
hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra
kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan
spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value)
dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara
10-20% dan 92-97% (Wijaya Delia, 2010).
Pemeriksaan
IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatife dari pap smear karena biasanya
murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana serta
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
Pada
pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah
diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam
asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu
sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
Serviks
yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan
3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam
asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan
bercak putih (displasia) (Novel S Sinta,dkk,2010).
2. TUJUAN IVA
Untuk mengurangi morbiditas
atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang
ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.
3. JADWAL
IVA
Program Skrining Oleh WHO :
a. Skrining
pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
b. Kalau
fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55
tahun.
c. Kalau
fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
d. Ideal
dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.
e. Skrining
yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
f. Di
Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah
1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah
5 tahun
4. KEUNGGULAN
IVA
Keunggulan
dengan tes pap smear adalah pap smear harus menunggu waktu mendapatkan hasilnya
sedangkan IVA tidak perlu menunggul lama, karena hasilnya akan segera
diketahui.
Sensitivitas
IVA bahkan lebih tinggi dari Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada kelainan
di serviks akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker.
Dengan deteksi dini secara teratur, kanker serviks dapat diketahui lebih awal
dan ditangani lebih cepat.
5. KELEBIHAN METODE SKINING IVA
a. Mudah,
praktis dan sangat mampu laksana.
b. Butuh
bahan dan alat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas
dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu
atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
e. Alat-alat
yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f. Metode
skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
6. PROSEDUR
DIAGNOSIS IVA
a. Siapa
Yang Harus Menjalani Tes IVA
Menjalani
tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 dan 45
tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia
antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi
pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Sejumlah
faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim,
diantaranya sebagai berikut:
1) Usia
muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)
2) Memiliki
banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
3) Riwayat
pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti
Chlamydia atau gonorrhea, dan
khususnya HIV/AIDS
4) Ibu
atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
5) Hasil
Pap Smear sebelumnya yang tak normal
6) Merokok
7) Tidak
sedang datang bulan/haid
8) Tidak
sedang hamil
9) 24
jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Selain itu, ibu yang
mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis., HIV/AIDS) atau mengunakan
costicosteroid secara kronis (mis.,pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih
tinggi terjadinya kanker leher rahim jika mereka memiliki HPV. (FK.UI.,dll.,
2007).
b. Siapa
Yang Harus Menjalani Tes IVA
Menjalani
tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 dan 45
tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia
antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi
pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Sejumlah
faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim,
diantaranya sebagai berikut:
1) Usia
muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)
2) Memiliki
banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
3) Riwayat
pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti
Chlamydia atau gonorrhea, dan
khususnya HIV/AIDS
4) Ibu
atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
5) Hasil
Pap Smear sebelumnya yang tak normal
6) Merokok
7) Tidak
sedang datang bulan/haid
8) Tidak
sedang hamil
9) 24
jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Selain itu, ibu yang
mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis., HIV/AIDS) atau mengunakan
costicosteroid secara kronis (mis.,pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih
tinggi terjadinya kanker leher rahim jika mereka memiliki HPV. (FK.UI.,dll.,
2007).
c. Penilaian
Klien.
Tanyakan riwayat singkat
kesehatan reproduksinya, antara lain:
1) Riwayat
menstruasi
2) Pola
pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)
3) Paritas
4) Usia
pertama kali berhubungan seksual
5) Penggunaan
alat kontrasepsi
d. Peralatan
dan Bahan Lain
IVA dapat dilakukan di
klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai berikut ini:
1) Meja
periksa
2) Sumber
cahaya/lampu
3) Spekulum
Bivalved (Cusco or Graves)
4) Rak
atau wadah peralatan
e. Bahan-bahan
yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
1) Kapas
swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan
keputihan dari serviks (leher rahim)
dan untuk mengoleskan asam asetat
ke leher rahim.
2) Sarung
tangan periksa harus baru
3) Spatula
kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilah spekulum.
4) Asam
asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%)
Untuk melakukan IVA,
petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher rahim.
Larutan
tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim (sel-sel
epithel) dengan menghasilkan reaksi “acetowhite”. Pertama-tama petugas
melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim, lalu dibersihkan
untuk menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan secara merata
pada serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK (sambungan
skuamokolumner), sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel glanduler
diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. hasil tes (positif
atau negatif) harus dibahas.
7. Cara
Penggunaan
a. IVA
test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada
permukaan mulut rahim. Pada lesi
prakanker akan menampilkan warna
bercak putih yang disebut aceto white
epithelium.
b. Hasil
dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa
tes IVA positif. Maka jika hal itu
terjadi maka dapat dilakukan biposy.
c. Untuk
mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan.
d. Pemeriksaan
dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di Puskesmas atau di
tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih ekonomis. (Sukaca, 2009
: 100)
8. Langkah-Langkah
Melakukan Tes IVA
a. Penilaian
Klien
1) Menyambut
pasien dengan hormat dan penuh keramahan
2) Menjelaskan
mengapa tes IVA direkomendasi dan menjelaskan
prosedurnya
3) Memberitahukan pasien
kemungkinan temuan dan apa follow up atau
terapi yang dibutuhkan.
b. Persiapan
1) Cek
apakah alat dan instrumen sudah tersedia
2) Memastikan
bahwa lampu tersedia dan siap digunakan
3) Cek
apakah pasien telah mengosongkan kandung kencing dan mencuci
atau membilas daerah genitalnya
4) Mintakan
pasien untuk menanggalkan pakaiannya sampai ke pinggang
5) Membantu
pasien naik ke meja pemeriksaan dan menutupinya.
6) Cuci
tangan dengan sabun dan air dan keringkan dengan udara atau kain
bersih. Lalu palpasi perut.
7) Pakai
sepasang sarung tangan bedah yang telah disterilkan dengan
desinfektan tingkat tinggi. Jika tersedia
pakai sarung tangna kedua pada
satu tangan.
8) Atur
instrumen dan alat-alat di atas baki yang telah disterilkan, jika belum
dilakukan.
c. Inspeksi
Visual Dengan Asam Asetat
1) Periksa
alat kelamin luar dan cek discharge pada urethra
2) Raba
kelenjar skena dan kelenjar bartholini
3) Masukkan
spekulum sehingga seluruh serviks dapat terlihat
4) Letakkan
spekulum dalam posisi terbuka sehingga spekulum tetap pada
posisi dimana serviks tetap kelihatan.
Jika memakai sarung tangan sebelah
luar, masukkan ke dalam larutan klorin
0,5% dan pindahkan sarung tangan
dengan cara memutarnya dari dalam keluar
** Jika
membuang sarung tangan, letakkan di dalam satu tas plastik atau
container
yang tahan bocor.
** Jika
menggunakan kembali sarung tangan, rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
5) Gerakkan
sumber cahaya sehingga dapat melihat serviks dengan jelas.
6) Pariksa
serviks apakah ada radang serviks, ekstropion, tumor, kista nabothi
atau ulkus.
7) Pakai
kapas lidi bersih untuk mengambil cairan, darah atau mukus dari
serviks. Buang kapas lidi ke dalam
kantong plastik atau kotak yang tahan
bocor
8) Identifikasi
mulut serviks, squamocolumnar junction (SCJ) dan daerah
transformasi.
9)
Celupkan kapas lidi dalam larutan asam asetat dan oleskan pada serviks.
10) Tunggu
1 menit agar asam asetat diserap dan perubahan aceto white
kelihatan.
11) Periksa
SCJ dengan hati-hati, cek apakah serviks mudah berdarah dan
cari aceto white epithelium.
12) Jika
perlu, oleskan lagi kapas lidi pada serviks untuk membersihkan
mucus, darah, debris.
13) Jika
pemeriksaan visual telah selesai, pakai kapas lidi baru untuk
membersihkan sisa-sisa asam asetat pada
serviks dan vagina.
14) Lepaskan
spekulum. Jika tes IVA negatif, masukkan ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi. Jika tes IVA positif,
masukkan spekulum ke dalam kotak
desinfektan tingkat tinggi.
15) Lakukan
pemeriksaan bimanual dan rektovaginal (jika ada indikasi)
9. KATAGORI
IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori
yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
a. IVA
negatif = menunjukkan leher rahim normal.
b. IVA
radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip serviks).
c. IVA
positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok
ini yang menjadi sasaran temuan
skrining kanker serviks dengan metode
IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker
(dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
d. IVA-Kanker
serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan
bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat
kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium
IB-IIA).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pembahasan dari makalah ini ialah :
·
Pap smear merupakan suatu metode untuk pemeriksaan
sel cairan dinding leher rahim dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan
secara cepat, tidak sakit, serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010). Pap smear
merupakan cara yang mudah, aman dan untuk mendeteksi kanker serviks melalui
pemeriksaan getah atau lendir di dinding vagina (Dianada, 2008).
·
Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau
pemeriksaan Pap Smear ini adalah untuk menemukan adanya kelainan pada mulut
leher rahim. Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kejadian kanker serviks
yaitu meliputi usia, status sosial ekonomi, pengetahuan, dan pendidikan. Hal
ini juga merupakan factor dominan dalam pemeriksaan deteksi dini kanker
serviks.
·
Iva test adalah pemeriksaan skrining
kanker servik leher rahim dengan cara inspeksi visual pada servik dengan
pemberian asam asetat. Setelah dilihat posisinya,leher rahim dipulas
dengan asam asetat 3-5% ,selama 1 menit. Pemeriksaan ini tidak
menyakitkan dan hasilnya langsung saat itu juga dapat di simpulkan (negatif),
atau positif(ada lesi pra-kanker).Asam asetat juga dikenal dengan asam
cuka berguna mendeteksi dini kanker servik secara mudah dan murah.
B.
SARAN
Bagi
tenaga kesehatan perlunya lebih mengaktifkan kegiatan sosialisasi pemeriksaan skrining
kepada wanita pekerja seks yang berumur 20 –35 tahun khususnya tentang
pemeriksaan IVA test dan waktu yang tepat dalam melakukan pemeriksaan skrining.