Rabu, 01 April 2015

MOLA HIDATIDOSA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
            Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.
B.    Rumusan Masalah
§  apa definisi dari mola hidatidosa ?
§  bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?
§  bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ?
§  bagaimana penatalaksanaan atau pengobatan pada klien dengan mola hidatidosa ?
§  bagaimana prognosis pada klien dengan mola hidatidosa ?
C.      Tujuan
§  Agar mahasiswa mengetahui  dan memahami pengertian dari mola hidatidosa
§  Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa
§  Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa
§  Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan atau pengobatan dari mola hidatidosa
§  Agar  mahasiswa  mampu  mengetahui prognosis pada klien dengan mola hadatidosa
D.   Manfaat
            Setelah membuat makalah mola hidatidosa ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian mola hidatidosa, etiologi mola hidatidosa, patofisiologi mola hidatidosa, tanda dan gejala mola hidatidosa, komplikasi mola hidatidosa, gambaran diagnostic mola hidatidosa, penatalaksanaan mola hidatidosa, serta  membuat dan mengaplikasikan  asuhan keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Defenisi
Mola Hadatidosa menurut para Ahli :
            Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
            Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
            Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola Hadatidosa secara Umum :
            Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet)
Karakteristik Mola Hidatidosa bentuk komplet dan parsial :
Gambaran
Mola parsial (inkomplet)
Mola Komplet (klasik)
Jaringan embrio atau janin
Ada
Tidak ada
Pembengkakan hidatidosa pada vili
Fokal
Difus
Hyperplasia                       
Fokal
Difus
Inklusi stroma
Ada
Tidak ada
Lekukan vilosa
Ada
Tidak ada
a.    Mola Hidatidosa Komplet (klasik)
            Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah.
            Fenomena ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom.
 b. Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet)
            Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang bias 69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan.
B.  Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
            a.  Amenore dan tanda-tanda kehamilan
            b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada               keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
            c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia    kehamilan.                        
            d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ                    sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
            e. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
            f.  hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
            g. mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia     dan eklampsia sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
            h.kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih            sesudah periode menstruasi terakhir.
C. Gambaran Diagnosis
            Kita harus mempertimbangkan kemungkinan data-data tentang menstruasi atau uterus hamil yang lebih lanjut membesar akibat mioma, hidramnion, atau terutama akibat janin lebih dari satu.
a.       Ultrasonografi
      Ketapatan diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi membuat pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat bahwa beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan dini dan kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai riwayat penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan kalau perlu diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari diagnose mola hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya normal.             
b.      Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada mola hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosintesis. 20ml hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian difoto anteroposterior. Pola sinar x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontraks yang mengelilingi gelembung-gelembung corion. Pada kehamilan normal terdapat sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontraks hipertonik intra amnion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, teknik pemeriksaan amniografi sudah jarang dipakai lagi.
c.       Pengukuran kadar corionic gonadotropin
Pengukuran kadar corionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk membuat diagnose jika metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah tersedia, dan variasinya cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam kehamilan normal sudah dipahami khusus kenaikan kadar gonadotropin yang kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu.
d.      Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
D.Penatalaksanaan atau Pengobatan
a.    Kuretase isap (suction curettage)
      Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.
b.    Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.
c.    Program lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG),
menggunakan  radioimmunoassay untuk submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah untuk metastase.
Apabila 2 titer  chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain titer  chorionic gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.
E.  Prognosis Mola Hidatidosa
            Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
            Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.
            Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut negatif,  ibu boleh pulng dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta. Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “ bakal janin “ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili-vili) mirip gerombolan buah anggur, yakni sel bagian tepi ovum atau sel telur, yang telah dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. Pengeluaran mola (evakuasi). Pada wanita subur dan masih menginginkan anak, dapat dilakukan kuret atau kuret hisap. Kuret ulangan dilakukan sekitar seminggu setelah kuret pertama, untuk memastikan bahwa rahim benar-benar sudah bersih. Sedangkan bagi wanita usia lanjut atau yang sudah tidak menginginkan tambahan anak, dilakukan pengangkatan rahim (histerektomi).
B.  Saran
            Diharapkan semua pihak yang berperan dalam pelayanan kesehatan untuk memberikan penanganan yang lebih baik lagi, untuk meminimalkan kejadian kematian ibu akibat perdarahan khususnya yang diakibatkan kehamilan Molahidatidosa dan kejadian keganasan akibat Molahidatidosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar